Dengan latar belakang pendidikan Teknik Pertanian, Amir mengaku pengalamannya di Elevarm adalah kesempatan emas untuk mendalami aspek budidaya yang tidak ia pelajari di bangku kuliah.
Awalnya, adaptasi menjadi tantangan besar bagi Amir. Tanpa pengalaman langsung di bidang agroteknologi dan tanpa mentor, ia harus belajar banyak hal secara mandiri. Namun, tekadnya untuk menjadi agronomis sudah tertanam sejak masa SMA, membuatnya tak gentar menghadapi rintangan.
“Aku dulu berpikir Teknik Pertanian akan mengajarkan cara menanam, tapi ternyata fokusnya lebih ke persiapan dan pascapanen. Untungnya, pengalaman magang sebelumnya memberi gambaran tentang agronomi,” jelas Amir.

WhatsApp Image 2025-02-14 at 13.17.06.jpeg
Berkunjung ke lahan, belajar hal baru bersama petani
Sebagai FX, keseharian Amir melibatkan monitoring kondisi tanaman, menjaga hubungan baik dengan petani, hingga mencari mitra baru. “Setiap minggu aku memantau sekitar 10 petani yang bergabung. Rata-rata, aku mendampingi hingga 20 petani,” ungkapnya. Selain itu, Amir juga bertugas di lahan garapan Elevarm, membantu proses administrasi seperti pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB), laporan panen, hingga pengajuan pendanaan.Tiap komoditas memiliki masa panen berbeda sehingga jadwal monitoringnya pun bervariasi. Amir sering berbagi ilmu dengan petani, terutama dalam menangani masalah seperti serangan hama.
Salah satu pengalaman tak terlupakan adalah saat membantu seorang petani bawang merah yang tanamannya terkena embun tepung. “Hari itu juga aku langsung bertemu petani, memberikan saran obat, dan alhamdulillah tanamannya pulih. Rasanya bangga mendapat apresiasi dari petani,” kenangnya.
Meski banyak tantangan di lapangan, tapi Amir menikmatinya
Pengalaman menantang lain terjadi di bulan puasa. Amir harus bekerja keras di tengah kondisi fisik yang lemah karena panas dan haus, bahkan sampai jatuh sakit. “Kebetulan saat itu puncak program. Ada 20-an petani dengan lahan yang cukup luas. Aku harus pintar mengatur jadwal kunjungan, minimal lima lahan sehari,” ujarnya.Meskipun begitu, Amir menikmati proses ini. “Serunya, bisa motoran ke gunung sambil kerja. Have fun aja, foto-foto dan ngobrol sama petani. Pendekatan dengan petani aku lakukan santai, pakai bahasa daerah dan cari kesamaan hobi. Intinya, anggap petani sebagai teman,” tambahnya.
Bagi Amir, pertanian telah jadi panggilan dalam hidupnya
Lahir dari keluarga petani padi, Amir jadi memiliki motivasi besar untuk berkontribusi pada dunia pertanian. “Saya ingin membantu petani yang kurang mampu meningkatkan taraf hidup mereka, baik secara ekonomi maupun pendidikan. Saya juga ingin memberikan sumbangsih untuk negeri sehingga ingin kembali ke kampung halaman untuk berkontribusi,” tuturnya.Dari perjalanan ini, Amir belajar banyak tentang pentingnya tidak mudah memberikan kepercayaan kepada orang lain. “Pernah ada petani yang kurang kooperatif, itu jadi pengalaman berharga,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya tidak gengsi dalam bekerja meskipun pernah diremehkan. “Kalau ada tujuan, jalani saja. Jangan ikut ekspektasi orang lain,” pesan Amir.
Pengalaman Amir bersama Elevarm membuktikan bahwa dengan kerja keras, ketulusan, dan semangat untuk belajar, tantangan sebesar apa pun bisa diatasi. Lebih dari sekadar pekerjaan, bagi Amir, ini adalah perjalanan untuk menebar kebaikan dan memberikan dampak nyata bagi para petani di Indonesia.